Unsur Kebudayaan dan contohnya


A. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

Unsur-Unsur Kebudayaan Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah :

1. Sistem Bahasa

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.

Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasivariasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.

2. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya

Masyarakat pedesaan yang hidup dari bertani akan memiliki sistem kalender pertanian tradisional yang disebut system pranatamangsa yang sejak dahulu telah digunakan oleh nenek moyang untuk menjalankan aktivitas pertaniannya. Menurut Marsono, pranatamangsa dalam masyarakat Jawa sudah digunakan sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sistem pranatamangsa digunakan untuk menentukan kaitan antara tingkat curah hujan dengan kemarau. Melalui sistem ini para petani akan mengetahui kapan saat mulai mengolah tanah, saat menanam, dan saat memanen hasil pertaniannya karena semua aktivitas pertaniannya didasarkan pada siklus peristiwa alam. Sedangkan Masyarakat daerah pesisir pantai yang bekerja sebagai nelayan menggantungkan hidupnya dari laut sehingga mereka harus mengetahui kondisi laut untuk menentukan saat yang baik untuk menangkap ikan di laut. Pengetahuan tentang kondisi laut tersebut diperoleh melalui tanda-tanda atau letak gugusan bintang di langit

Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciriciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya. Menurut Koentjaraningrat, setiap suku bangsa di dunia memiliki pengetahuan mengenai, antara lain:

a. alam sekitarnya;
b. tumbuhan yang tumbuh di sekitar daerah tempat tinggalnya;
c. binatang yang hidup di daerah tempat tinggalnya;
d zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;
e. tubuh manusia;
f. sifat-sifat dan tingkah laku manusia;
g. ruang dan waktu.

3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi social merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi social dalam kehidupannya.

Kekerabatan berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu masyarakat karena perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu komunitas atau organisasi sosial.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.

5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup

Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional, antara lain
a. berburu dan meramu;
b. beternak;
c. bercocok tanam di ladang;
d. menangkap ikan;
e. bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi.

Pada saat ini hanya sedikit sistem mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan pada sektor pertanian. Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya bisa ditemukan di daerah pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus modernisasi.

Pada saat ini pekerjaan sebagai karyawan kantor menjadi sumber penghasilan utama dalam mencari nafkah. Setelah berkembangnya sistem industri mengubah pola hidup manusia untuk tidak mengandalkan mata pencaharian hidupnya dari subsistensi hasil produksi pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.

6. Sistem Religi

Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.

Dalam usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan
mereka masih primitif.

7. Kesenian

Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknikteknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.


Berdasarkan jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni lukis, dan seni rias. Seni musik terdiri atas seni vokal dan instrumental, sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Selain itu, terdapat seni gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran maupun penglihatan. Jenis seni tradisional adalah wayang, ketoprak, tari, ludruk, dan lenong. Sedangkan seni modern adalah film, lagu, dan koreografi.

B. CONTOH KEBUDAYAAN DALAM 7 UNSUR KEBUDAYAAN


1. Bahasa Labuhan merapi
Labuhan berasal dari kata 'labuh' yang artinya persembahan. Upacara adat Keraton Yogyakarta ini merupakan perwujudan doa persembahan kepada Tuhan atas rahmat dan anugerah yang diberikan kepada karaton dan rakyatnya juga sebagai tanda penghormatan bagi leluhur yang menjaga Gunung Merapi. Upacara puncak labuhan diadakan di Gunung Merapi namun peyelenggaraan upacara adat ini juga biasanya diselenggarakan di tempat lain seperti di Pantai Parangkusumo, Gunung Lawu dan Kahyangan Dlepih.
2. Sistem pengetahuan labuhan merapi
Labuhan Merapi merupakan upacara adat yang disakralkan masyarakat Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi. Kesakralan upacara ini terletak pada pranata keraton yang harus dilakukan secara khusus, khidmat dan tidak boleh dilakukan sembarang orang. Pranata keraton merupakan manifestasi budaya yang bermakna membuang, menjatuhkan atau menghanyutkan benda-benda yang telah ditetapkan keraton agar sultan dan rakyatnya mendapatkan keselamatan.
Bagi warga Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi, ketika upacara adat ini diselenggarakan, ribuan warga akan berbondong-bondong menapaki setiap prosesi. Mereka berjalan mengiringi para abdi keraton dengan membawa benda-benda labuhan untuk diserahkan kepada leluhur mereka, yaitu Kyai Sapu Jagad.

3. Sistem kekerabatan dan organisasi labuhan merapi
Pada malam harinya bertempat di Mushola Pelemsari Huntara Plosokerep dilakukan kenduri wilujengan yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi. Kemudian mereka berangkat menuju Masjid Kinahrejo dan ke lokasi bekas rumah almarhum Mbah Maridjan (Mantan Juru kunci Gunung Merapi) untuk melakukan malam renungan dan doa yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi diikuti para abdi dalem kraton dan warga.
Berikutnya, rombongan akan kembali ke huntara Plosokerep, di sini rombongan dihibur kesenian uyon-uyon oleh paguyuban kesenian Desa Umbulharjo dan dilanjutkan pembacaan doa dan tahlil malam tirakatan yang dipimpin Juru Kunci Gunung Merapi dan para abdi dalem kraton. Prosesi Labuhan Merapi kemudian dilanjutkan perjalanan menuju Alas Bedengan sebagai lokasi Labuhan Merapi yang didahului dengan napak tilas di bekas rumah Mbah Maridjan. Berikutnya menjelang akhir, di Alas Bedengan Rampe Labuhan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X  dibacakan alunan doa dan prosesi ini menjadi acara puncak sekaligus penutup Upacara Labuhan Merapi. Setelah prosesi selesai, kemudian rampe labuhan tersebut diperebutkan oleh masyarakat. Mereka percaya bahwa dengan mendapatkan salah satu dari Rampe Labuhan Sri Sultan Hamengkubuwono X maka mereka akan mendapatkan tidak hanya berkat tetapi juga keselamatan dalam hidup.

4. Sistem teknologi dan peralatan labuhan merapi
Keberadaan Gunung Merapi juga tidak terlepas dari keberadaan Islam Mataram di Jawa, khususnya hubungan antara 'penunggu' Merapi yaitu Kyai Sapu Jagad dengan lingkungan Keraton Yogyakarta. Menurut cerita, raja pertama Kesultanan Mataram Islam, Sutawijaya mengadakan perjanjian dengan Kyai Sapu Jagad. Perjanjian tersebut berisi tentang kesediaan Sutawijaya dan keturunannya bertanggung jawab memberi sesaji dan sebagai imbalannya rakyat Mataram akan dilindungi dari bencana. Penyerahan sesaji ini diwujudkan dalam bentuk Upacara Labuhan Merapi yang diselenggarakan setahun sekali tanggal 25 bulan Bakdamulud (Maulid Akhir).

5. Sistem mata pencaharian warga yang mengikuti labuhan merapi
Bagi warga Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi, ketika upacara adat ini diselenggarakan, ribuan warga akan berbondong-bondong menapaki setiap prosesi. Mereka berjalan mengiringi para abdi keraton dengan membawa benda-benda labuhan untuk diserahkan kepada leluhur mereka, yaitu Kyai Sapu Jagad.

6. Sistem religi warga yang mengikuti labuhan merapi
Adanya ritual Labuhan Merapi tentunya tidak terlepas dari sejarah kerajaan di Yogyakarta. Menurut cerita rakyat, raja pertama Kesultanan Mataram Islam, Sutawijaya atau Panembahan Senopati telah mengadakan perjanjian dengan Kyai Sapu Jagad, sang penunggu Gunung Merapi. Perjanjian tersebut berisi tentang kesedian Sutawijaya dan keturunannya memberi sesaji dan sebagai imbalannya, rakyat Mataram akan dilindungi dari bencana. Mulai dari situlah Labuhan Merapi ini mulai dilakukan.
Karena berasal dari kata labuhan yang berarti persembahan, maka upacara ini merupakan perwujudan doa dan persembahan kepada Tuhan atas rahmat yang diberikan kepada Keraton dan rakyatnya. Tak hanya di Gunung Merapi, acara ini juga dilakukan di Pantai Parangkusumo, Gunung Lawu, dan Kahyangan Dlepih.
7. Sistem kesenian labuhan merapi
Gunung Merapi tidak bisa lepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Keberadaan Gunung Merapi juga tidak terlepas dari keberadaan Islam Mataram di Jawa, khususnya hubungan antara 'penunggu' Merapi yaitu Kyai Sapu Jagad dengan lingkungan Keraton Yogyakarta. Menurut cerita, raja pertama Kesultanan Mataram Islam, Sutawijaya mengadakan perjanjian dengan Kyai Sapu Jagad. Perjanjian tersebut berisi tentang kesediaan Sutawijaya dan keturunannya bertanggung jawab memberi sesaji dan sebagai imbalannya rakyat Mataram akan dilindungi dari bencana.
Upacara Labuhan Merapi selalu digelar masyarakat setempat dan Kesultanan Yogyakarta secara turun temurun tanpa mengurangi muatan sakralnya. Labuhan ini hanya boleh dilaksanakan atas perintah raja sebagai kepala pemerintahan, kepala kerajaan dan pemangku adat. Upacara Labuan Merapi dipimpin oleh juru kunci yang ditunjuk Keraton Yogyakarta.
Dengan berpakaian khas Yogyakarta, juru kunci dan semua abdi dalem keraton menjalankan semua prosesi Upacara Adat Labuhan Merapi. Rangkaian upacara Labuhan Merapi dimulai dengan penerimaan uba rampe (perlengkapan) labuhan dari Kraton Ngayogyakarta di Pendopo Kecamatan Cangkringan. Berikutnya dilanjutkan prosesi serah terima uba rampe labuhan dari pihak kraton kepada juru kunci Merapi. Prosesi uba rampe labuhan terdiri atas sembilan macam sesaji, yaitu: sinjang kawung, sinjangkawung kemplang, desthar daramuluk, desthar udaraga, semekan gadung mlati, semekan gadung, seswangen, arta tindih, dankampuh paleng. Kemudian uba rampe akan diarak menuju Gunung Merapi dan disemayamkan di rumah Juru Kunci Gunung Merapi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Startup Indonesia

Biografi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

10 Startup di Indonesia